Lakukan yang terbaik untuk orang tercinta disamping anda

Rabu, 13 Maret 2013

Liburan Akhir Semester yang Menyenangkan


    Liburan akhir semester kemarin merupakan liburan yang sedikit berbeda,diajak pulang kampung bersama bapak.Sudah lama sekali nggak pulang kampung,mungkin kebanyakan orang yang sudah menetap di jakarta saat menjelang hari raya pada pulang kampung tetapi tidak dengan keluarga saya,karena kesibukkan masing-masing anggota keluarga jadinya pulang kampung amat jarang.
Di liburan akhir semester 5 saya dan bapak pergi pulang kampung naik bis, lumayan lama juga perjalanannya sekitar kurang lebih 13 jam dari Jakarta timur ke daerah Wonogiri.
    Perjalanan dari Jakarta menujuWonogiri saya nikmati walau kadang suka ngeri karena bis yang saya naiki suka ngebut supirnya.Untung supir yang kebut-kebutan tersebut diganti oleh supir yang lain pas di terminal kp.rambutan jd lumayan agak nyaman perjalanannya, walaupun tetep ngebut tapi ga sengebut supir pertama tadi.Lumayan juga harga tiket bis sekarang sekitar 125 ribu rupiah,tp pelayanannya juga nggak terlalu mengecewakan karena bisnya sendiri class eksekutif yang udah ada TV, AC, toilet, tapi sayang pas perjalanan TVnya ga dinyalain cuma nyalain musik doank jd ga pol deh service bisnya mungkin takut akinya abis kali dan toiletnya jg airnya dikit.Biarpun begitu jasa pelayanan bis saat ini sudah banyak yang sudah menyediakan makan bagi para penggunanya dan gratis,tapi cuma sekali jadi pas makan sekali-kalinya itu ya kenyang-kenyangin dah daripada nanti laper lagi.
   Sudah lama gak pulang kampung sejak masih SMP,baru liburan semester kali ini pulang kampung moga-moga aja mbah ga lupa sama cucu yang satu ini. Daripada harus jauh-jauh berwisata ke luar negeri lebih baik ke kampung sekaligus menambah ikatan silaturahmi sama saudara.Ada rasa seneng juga bisa pulang kampung lagi,apalagi selama perjalanan bisa ngeliat pemandangan sawah-sawah dan pegunungan yang ga ada di jakarta nambah semangat aja buat cepet sampe ke kampung.Sesampainya dikampung tepat jam setengah 5 pagi sampe sana,walau masih ngantuk tapi terasa semangat karena dah lama ga ketemu si mbah. Gak nyangka sesampainya disana keponakan sama bude dah nyambut,untung mereka masih inget sama saya soalnya terakhir saya pulang kampung masih kecil. Hawa udara yang dingin dikampung beda banget sama dijakarta, rasanya sejuk dan gak banyak polusi jadi betah dah dikampung.Sampe rumah si mbah ternyata bapak pegel-pegel kasihan juga ngeliat bapak yang kecapean begitu,untung dijawa ada tukang urut yang handal jadi seharian dipijetin deh biar besoknya bisa jalan-jalan.
   Hari kedua dikampung rasanya beda, dingin terasa kayak dipuncak mandi pagi juga terasa males karena dinginnya. Tapi karena hari kedua ini pengen kerumah pakde yang ada dikampung sebelah abis itu ke waduk gajah mungkur jadi mau nggak mau ya mandi deh, abis mandi saya pun keluar rumah buat silaturahmi kerumah tetangga-tetangga dan saudara yang ga jauh dari rumah mbah putri.Ada yang beda dari suasana kampung jaman saya dulu terakhir berkunjung yaitu banyak banget anak sekolah yang udah pakai sepeda motor buat kesekolah sedangkan para orang tua yang biasanya sudah nenek-nenek dan kakek-kakek kepasar maupun kesawah aja jalan kaki,salut dah padahal kan lumayan jauh juga kepasar.Jaman yang modern juga ternyta sampai ke kampung, mulai dari mendapatkan barang-barang elektronik sampai kendaraan bermotor dikampung sudah lebih mudah dan ga jauh berbeda sama di jakarta.
  Akhirnya bisa tahu waduk gajah mungkur yang ada di wonogiri,karena saya berkunjungnya hari kamis bukan pas hari libur jadinya sepi ga terlalu ramai.Di waduk gajah mungkur kita tak cuma disediakan pemandangan pegunungan dan air danau saja tapi juga bisa menikmati naik perahu dan makan ikan,saya makan ikan nila yang cukup besar sampai saya kekenyangan buat makannya. Seru juga pulang kampung kali ini jadi gak pengen pulang ke jakarta rasanya.Padahal masih kepingin jalan-jalan lagi kerumah saudara tapi besoknya cuma dirumah karena banyak saudara yang kerumah,dan keesokan harinya pakde,saya dan bapak pergi ke makam untuk ziarah dan sehabis pulang dari sana makan duren tapi enggak beli karena tinggal metik kebetulan lagi musim duren. Dan tibalah waktunya pulang kembali ke jakarta karena bapak masa cutinya ga lama dan harus kembali bekerja dikantornya.
Biarpun hanya beberapa hari saja dikampung tapi saya mendapatkan pelajaran bahwasanya dikampung rasa kekeluargaan dan saling gotong royong masih sangat kental dibanding dikota jakarta yang notabene warga jakarta sudah terasuki oleh era modernisasi dari luar kayak negara barat yang terbuai oleh gemerlap kota jakarta sehingga mulai memikirkan individualisme dibanding kebersamaan dan gotong royong.Semoga saja kebersamaan dan semangat gotong royong dikampung tetap selalu terjaga dan jangan sampai terkikis oleh kemajuan jaman dengan kepemikiran individualismenya.

  

Tugas Bahasa Indonesia 2:

EMPATI

Empati adalah kesanggupan untuk turut merasakan apa yang dirasakan orang lain dan kesanggupan untuk menempatkan diri dalam keadaan orang lain tanpa menjadi orang lain. Pengaruh modernitas dan kecanggihan teknologi, empati menjadi barang mahal yang sulit diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Empati yang rendah menyebabkan adanya pelecehan antar sesama, pengintimidasian, kekerasan dan perkelahian. Rasa empati dalam diri remaja perlu dikembangkan, agar peka terhadap persoalan-persoalan yang ada dilingkungan sekitar. Kemampuan untuk memahami orang lain merupakan kunci dalam menciptakan hubungan sosial yang baik sehingga diharapkan remaja dapat mengekspresikan perasaannya secara terbuka. Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri, semakin terbuka seseorang terhadap emosinya maka semakin terampil ia membaca perasaan orang lain.


BAHAN BACAAN/CERITA PENDEK

HADIAH DARI RAJA BURUNG PIPIT
Laki-laki itu sudah semakin kepayahan. Tubuhnya tak kuat lagi menanggung sakit yang tak terperiih. Mungkin waktunya memang sudah hamper tiba. Tak masalah kalau harus mati, tapi ada satu hal yang  terus merisaukan hatinya. Kepada siapa ia harus mewariskan semua harta miliknya? Bagi orang Korea, pewaris utama adalah anak laki-laki.Hanya do’a dari mereka yang bisa mengantarkan kebahagiaan di alam kematian. Dua putra yang gagah memang sudah ia miliki. Sayang watak putra sulungnya  Nolboo, tak terlalu baik. Padahal anak laki-laki tertualah yang akan menerima tongkat estafet sebagai kepala keluarga, dan mesti sanggup mengayomi adiknya. Sang ayah sangsi Nolboo bisa melaksanakan semua tugas itu. Tapi tradisi harus tetap dilaksanakan. Ia kemudian memanggil kedua anaknya untuk terakhir kali.
Si bungsu Hungboo tampak terpukul sekali melihat ayahnya tak berdaya seperti itu. Kalau ada tabib atau obat dari manapun yang bisa menyembuhkan sang ayag, pasti akan ia kejar. Tapi, tak ada yang bisa menyembuhkan atau setidaknya meredam rasa sakit yang diderita sang ayah. Begitulah, laki-laki tua itu akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya dalam pelukan si bungsu.Selain harta, yang semua diperuntukkan bgi putra sulung, sang ayah berpesan agar mereka selalu rukun dan saling membantu. Nolboo merasa senang sekali dengan wasiat dari ayahnya, tentu dengan mengecualikan pesan terakhir ayahnya. Tanpa sungkan ia mengusir Hungboo dan keluarganya keluar dari rumah. Nolboo sama sekali tidak peduli bagaimana sedihnya Hungboo, karena baru saja kehilangan ayahnya tercinta dan diusir dari rumah tersebut.
Keluarga yang terusir itu kemudian membangun  gubuk kecil di bukit.Mereka bekerja apa saja untuk bertahan hidup. Kadang, jika penghasilan terlalu sedikit atau tidak ada sama sekali, keluarga itu memetik buah dan makan tanaman seadanya. Orang banyak yang mulai berbisik-bisik membicarakan nasib si adik yang bagai bumi dan langit dengan kakaknya. Merka yang kasihan, ada yang memberikan makanan, walau tak banyak. Sampai tiba musim dingin yang panjang, kehidupan jadi semakin sulit. Anak-anak Hungboo menangis karena kelaparan. Orangtua mereka sangat prihatin melihatnya. Hungboo-pun mencoba dating kepada kakaknya untuk minta tolong.
“Heh! Mau apa kau kemari?” tukas Nolboo kasar.
“tolong aku, kak. Anak-anakku lapar, kasihan sekali melihat mereka. Kami tidak mempunyai makanan lagi. Aku pinjam setangkup beras saja, nanti kalau ada rezeki pasti akan aku kembalikan.” Tutur Hungboo memelas.
Mestinya , siapa saja mendengar keluhan tersebut, akan langsung iba. Namun tidak untuk Nolboo. Ia lebih suka berasnya membusuk di gudang daripada diberikan kepada adik dan anaknay yang banyak itu. Tapi Hungboo tidak putus asa, ia tidak bisa pulang dengan tangan hampa. Bukan hanya tak tega mendengar tangis memlukan anak-anaknya. Hungboo bisa gila kalau mereka sampai sakt karena sama sekal tidak makan. Ditolak oleh sang kakak, Hungboo mencoba untuk meluluhakan hati istri Nolboo. Kebetulan, wanita itu sedang menyiapkan makan malam. Mungkin hati perempuan lebih mudah tersentuh. Tapi bukannya menolong, wanita itu malah memukul kedua pipi hungboo dengan sendok nasi. Apa boleh buat Hungboo  benar-benar harus pulang tanpa hasil.
Sang Pencipta memang maha baik, musim dingin itu berlalu dengat selamat. Ada saja jalan untuk mendapatkan rezeki. Dalam perjalanan pulang, dalam langkah-langkah lesunya, Hungboo hamper saja kejatuhan ranting-ranting besar pohon pinus yang berderak terhantam longsoran salju. Untung ia bisa menghindar. Untung pula baginya, ranting-ranting itu bisa dijual ke pasar. Hasilnya pasti cukup untuk membeli beras. Walau tidak berlimpah, setidaknya cukup untuk bertahan hidup.
Ketika musim dinginnya salju mulai berganti dengan suasana riang dan hangatnya musim semi, Hungboo sekeluarga benar-benar  terberkati. Musim semi ini mereka kedatanagn tamu kecil, seekor anak burung pipit.
Seekor ular yang menghuni atap rumah hungboo hampir saja melahap si pipit kecil. Untung ada  burung besar pemberani yang berhasil menolongnya. Meskipun lolos dari maut, kaki burung pipit kecil tersangkut di tirai bamboo. Ia tergantung tanpa daya di sana. Beruntung pula baginya, Hungboo sangat mengasihi binatang. Dengan hati-hati ia mengangkat makhluk mungil itu, dan menenangkannya. Hungboo kemudian mengolesi kaki si burung pipit kecil dengan tanah liat yang lembab. Tubuhnyapun ia hangatkan biar lebih nyaman lagi.
Beberapa hari kemudian si anak burung pipit berangsur-angsur sembuh. Pemilik rumah yang baik hati itu segera melepaskannya kea lam bebas. Sambil terbang dengan suka cita, pipit kecil bercericit meriah, seakan mengucapkan terima kasih kepada penolongnya.
Pipit kecil rupanya sungguh ingin membalas pertolongan Hungboo. Begitu sampai disarang, ia langsung menghadap rajanya dan menceritakan kejadian yang baru saja dialamnya dengan runtut. Raja burung Pipit dan semua pembesar di kerajaan burung itu sangat terkesan dengan sikap Hungboo yang welas asih dan empati kepada sesame makhluk walaupun kondisinya tidak berpunya. Menurut nereka, manusia seperti Hungboo layak untuk mendapat hadiah. Tanpa menunggu lama, serangkaian hadiah segera disiapkan untuk Hungboo. Dari permata, emas, peralatan makan, kuda, sapi bahkan bidadari cantik. Tapi, barang-barang indah dan mahal itu tidak begitu saja dijatuhkan dari langit. Secara magic semua hadiah itu dikemas ke dalam sebutir biji kecil. Pipit kecil dengan senang hati mengantarkan biji penuh hadiah ke gubuk Hungboo.
Ketika menerima hadiah dari di pipit kecil, Hungboo tersenyum senang. Meski hanya sebutir kecil biji entah cikal-bakal tanaman apa, Hungboo sangat terkesan dengan kebaikan hati pipit kecil itu. Burung itu sungguh baik hati, sampai repot-repot memberikan hadiah, hanya untuk membalas budi. Istri Hungboo kemudian menanam biji itu. Dalam tempo singkat, tumbuh tananam labu. Cukuplah kiranya untuk persediaan makan anak-anak mereka jika berbuah nanti. Hungboo bisa membayangkan kalau anak-anak pasti senang sekali bisa menyantap bubur labu, atau dikukus sajapun sudah sangat enak.
Tak sia-sia keluarga itu menunggu waktu panen, buah labu yang dihasilkan ternyata besar-besar. Mereka lebih tercengang lagi, ketika labu pertama yang dipanen mengeluarkan keeping-keping emas. Labu kedua berisi banyak sekali beras. Labu ketiga bahkan mengeluarkan pekerja bangunan lengkap dengan peralatannya. Mereka mengaku dikirim dewa untuk membangun sebuah kastil yang besar. Selesai bekerja, para pekerja itu menghilang tanpa jejak. Seakan masih belum puas menyenangkan keluarga Hungboo, dari buah-buah labu yang lain, keluar berbagai benda menakjubkan kiriman raja burung pipit.
Semua keberuntungan itu membuat hidup Hungboo dan keluarganya menjadi lebih dari berkecukupan. Tak hanya orang-orang desa yang berbisik-bisik dengan wajah tak percaya, sang kakak Nolboo lebih terperanjat lagi mendengar kabar perubahan hidup adiknya. Semua itu hasil dari mencuri.  Tak membuang-buang waktu, ia segera melabrak ke kastil megah Hungboo. Rasanya sesak sekali melihat hidup si adik sudah jauh lebih baik. Pasti harta Hungboo juga lebih banyak daripada miliknya.
Hungboo yang mendengar tuduhan telah mencuri dari kakaknya merasa sedih. Padahal ia sudah senang Nolboo mau menemuiinya. Ia ceritakan saja bagaimana semua berkah itu bisa didapatkannya. Nolboo serta merta tergiur. Tanpa berkata-kata, ia bergegas pulang. Teriakan Hungboo yang memintanya untuk makan siang tidak digubris.
Sesampai di rumah, Nolboo segera memanjat atap rumahnya. Semua pelayan, terlebih istrinya, hanya memasang muka heran melihat tingkah Nolboo, Mereka semakin ternganga waktu Nolboo berteriak kegirangan saat menemukan seekor burung pipit yang bersarang diatap rumah. Apa yang tengah dilakukan Nolboo?
Nolboo membawa sarang burung pipit itu ke halaman belakang. Ya ..Tuhan, Nolboo tanpa ragu, langsung mematahkan kaki salah satu anak burung pipit itu. Tanpa menghiraukan pekik kesaktan anak burung pipit. Walaupun kemudian ia mengobati kaki anak burung itu. Ah, rupanya Nolboo mau mengikuti  jejak adiknya, siapa tau bisa mendapatkan keberuntungan yang sama.
Burung pipit itu memang kembali ke rumahnya dengan menjatuhkan biji labu di halaman depan. Kala biji itu ditaman dan berbuah, Nolboo dan keluarganya sudah berharap akan memperoleh emas, beras, dan kastil yang lebih besar dari milik adiknya.
Tapin rupanya Nolboo belum beruntung, labu pertama berisi kotoran manusia yang sangat busuk, dari labu kedua keluar ular berbisa, sementara labu ketiga lebih mengerikan lagi. Dari labu itu muncul penyihir dan hantu yang memukuli mereka. Tapi Nolboo yang rakus dan kikir belum menyerah. Dengan tubuh penuh luka ia buka labu keempat. Tapi bukan banjir hadiah yang dia peroleh , labu itu malah mengeluarkan banjir bandang yang menyapu  semua harta Nolboo.
Setelah tak memiliki apa-apa lagi, Nolboo dan keluarganya dating ke kastil Hongboo. Tentu saja sang adik sangat welas asih dan tidak tega melihat penderitaan kakaknya dan mau menolong mereka dengan ikhlas. Nolboo sekeluargapun menjadi sahabat. Kedua kakak beradik dan keluarganyapun hidup rukun dalam ketentraman.

Sumber:
Badariah,R.N.2010.101 Cerita bijak dari Korea Symphoni of life from the land of Morning Calm. Yogyakarata: Gradien Mediatama.