EMPATI
Empati adalah kesanggupan untuk turut merasakan
apa yang dirasakan orang lain dan kesanggupan untuk menempatkan diri dalam
keadaan orang lain tanpa menjadi orang lain. Pengaruh modernitas dan
kecanggihan teknologi, empati menjadi barang mahal yang sulit diperoleh dalam
kehidupan sehari-hari. Empati yang rendah menyebabkan adanya pelecehan antar
sesama, pengintimidasian, kekerasan dan perkelahian. Rasa empati dalam diri
remaja perlu dikembangkan, agar peka terhadap persoalan-persoalan yang ada dilingkungan
sekitar. Kemampuan untuk memahami orang lain merupakan kunci dalam menciptakan
hubungan sosial yang baik sehingga diharapkan remaja dapat mengekspresikan
perasaannya secara terbuka. Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri, semakin
terbuka seseorang terhadap emosinya maka semakin terampil ia membaca perasaan
orang lain.
BAHAN BACAAN/CERITA PENDEK
HADIAH DARI RAJA BURUNG PIPIT
Laki-laki itu sudah semakin kepayahan. Tubuhnya
tak kuat lagi menanggung sakit yang tak terperiih. Mungkin waktunya memang sudah
hamper tiba. Tak masalah kalau harus mati, tapi ada satu hal yang terus merisaukan hatinya. Kepada siapa ia
harus mewariskan semua harta miliknya? Bagi orang Korea, pewaris utama adalah
anak laki-laki.Hanya do’a dari mereka yang bisa mengantarkan kebahagiaan di
alam kematian. Dua putra yang gagah memang sudah ia miliki. Sayang watak putra
sulungnya Nolboo, tak terlalu baik.
Padahal anak laki-laki tertualah yang akan menerima tongkat estafet sebagai
kepala keluarga, dan mesti sanggup mengayomi adiknya. Sang ayah sangsi Nolboo
bisa melaksanakan semua tugas itu. Tapi tradisi harus tetap dilaksanakan. Ia
kemudian memanggil kedua anaknya untuk terakhir kali.
Si bungsu Hungboo tampak terpukul sekali melihat
ayahnya tak berdaya seperti itu. Kalau ada tabib atau obat dari manapun yang
bisa menyembuhkan sang ayag, pasti akan ia kejar. Tapi, tak ada yang bisa
menyembuhkan atau setidaknya meredam rasa sakit yang diderita sang ayah.
Begitulah, laki-laki tua itu akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya dalam pelukan
si bungsu.Selain harta, yang semua diperuntukkan bgi putra sulung, sang ayah
berpesan agar mereka selalu rukun dan saling membantu. Nolboo merasa senang
sekali dengan wasiat dari ayahnya, tentu dengan mengecualikan pesan terakhir
ayahnya. Tanpa sungkan ia mengusir Hungboo dan keluarganya keluar dari rumah.
Nolboo sama sekali tidak peduli bagaimana sedihnya Hungboo, karena baru saja
kehilangan ayahnya tercinta dan diusir dari rumah tersebut.
Keluarga yang terusir itu kemudian membangun gubuk kecil di bukit.Mereka bekerja apa saja
untuk bertahan hidup. Kadang, jika penghasilan terlalu sedikit atau tidak ada
sama sekali, keluarga itu memetik buah dan makan tanaman seadanya. Orang banyak
yang mulai berbisik-bisik membicarakan nasib si adik yang bagai bumi dan langit
dengan kakaknya. Merka yang kasihan, ada yang memberikan makanan, walau tak
banyak. Sampai tiba musim dingin yang panjang, kehidupan jadi semakin sulit.
Anak-anak Hungboo menangis karena kelaparan. Orangtua mereka sangat prihatin
melihatnya. Hungboo-pun mencoba dating kepada kakaknya untuk minta tolong.
“Heh! Mau apa kau kemari?” tukas Nolboo kasar.
“tolong aku, kak. Anak-anakku lapar, kasihan sekali melihat mereka. Kami
tidak mempunyai makanan lagi. Aku pinjam setangkup beras saja, nanti kalau ada
rezeki pasti akan aku kembalikan.” Tutur Hungboo memelas.
Mestinya , siapa saja mendengar keluhan tersebut,
akan langsung iba. Namun tidak untuk Nolboo. Ia lebih suka berasnya membusuk di
gudang daripada diberikan kepada adik dan anaknay yang banyak itu. Tapi Hungboo
tidak putus asa, ia tidak bisa pulang dengan tangan hampa. Bukan hanya tak tega
mendengar tangis memlukan anak-anaknya. Hungboo bisa gila kalau mereka sampai
sakt karena sama sekal tidak makan. Ditolak oleh sang kakak, Hungboo mencoba
untuk meluluhakan hati istri Nolboo. Kebetulan, wanita itu sedang menyiapkan
makan malam. Mungkin hati perempuan lebih mudah tersentuh. Tapi bukannya
menolong, wanita itu malah memukul kedua pipi hungboo dengan sendok nasi. Apa
boleh buat Hungboo benar-benar harus
pulang tanpa hasil.
Sang Pencipta memang maha baik, musim dingin itu
berlalu dengat selamat. Ada saja jalan untuk mendapatkan rezeki. Dalam
perjalanan pulang, dalam langkah-langkah lesunya, Hungboo hamper saja kejatuhan
ranting-ranting besar pohon pinus yang berderak terhantam longsoran salju.
Untung ia bisa menghindar. Untung pula baginya, ranting-ranting itu bisa dijual
ke pasar. Hasilnya pasti cukup untuk membeli beras. Walau tidak berlimpah,
setidaknya cukup untuk bertahan hidup.
Ketika musim dinginnya salju mulai berganti dengan
suasana riang dan hangatnya musim semi, Hungboo sekeluarga benar-benar terberkati. Musim semi ini mereka kedatanagn
tamu kecil, seekor anak burung pipit.
Seekor ular yang menghuni atap rumah hungboo hampir
saja melahap si pipit kecil. Untung ada
burung besar pemberani yang berhasil menolongnya. Meskipun lolos dari
maut, kaki burung pipit kecil tersangkut di tirai bamboo. Ia tergantung tanpa
daya di sana. Beruntung pula baginya, Hungboo sangat mengasihi binatang. Dengan
hati-hati ia mengangkat makhluk mungil itu, dan menenangkannya. Hungboo
kemudian mengolesi kaki si burung pipit kecil dengan tanah liat yang lembab.
Tubuhnyapun ia hangatkan biar lebih nyaman lagi.
Beberapa hari kemudian si anak burung pipit
berangsur-angsur sembuh. Pemilik rumah yang baik hati itu segera melepaskannya
kea lam bebas. Sambil terbang dengan suka cita, pipit kecil bercericit meriah,
seakan mengucapkan terima kasih kepada penolongnya.
Pipit kecil rupanya sungguh ingin membalas
pertolongan Hungboo. Begitu sampai disarang, ia langsung menghadap rajanya dan
menceritakan kejadian yang baru saja dialamnya dengan runtut. Raja burung Pipit
dan semua pembesar di kerajaan burung itu sangat terkesan dengan sikap Hungboo
yang welas asih dan empati kepada sesame makhluk walaupun kondisinya tidak
berpunya. Menurut nereka, manusia seperti Hungboo layak untuk mendapat hadiah.
Tanpa menunggu lama, serangkaian hadiah segera disiapkan untuk Hungboo. Dari
permata, emas, peralatan makan, kuda, sapi bahkan bidadari cantik. Tapi,
barang-barang indah dan mahal itu tidak begitu saja dijatuhkan dari langit.
Secara magic semua hadiah itu dikemas ke dalam sebutir biji kecil. Pipit kecil
dengan senang hati mengantarkan biji penuh hadiah ke gubuk Hungboo.
Ketika menerima hadiah dari di pipit kecil,
Hungboo tersenyum senang. Meski hanya sebutir kecil biji entah cikal-bakal
tanaman apa, Hungboo sangat terkesan dengan kebaikan hati pipit kecil itu.
Burung itu sungguh baik hati, sampai repot-repot memberikan hadiah, hanya untuk
membalas budi. Istri Hungboo kemudian menanam biji itu. Dalam tempo singkat,
tumbuh tananam labu. Cukuplah kiranya untuk persediaan makan anak-anak mereka
jika berbuah nanti. Hungboo bisa membayangkan kalau anak-anak pasti senang
sekali bisa menyantap bubur labu, atau dikukus sajapun sudah sangat enak.
Tak sia-sia keluarga itu menunggu waktu panen,
buah labu yang dihasilkan ternyata besar-besar. Mereka lebih tercengang lagi,
ketika labu pertama yang dipanen mengeluarkan keeping-keping emas. Labu kedua
berisi banyak sekali beras. Labu ketiga bahkan mengeluarkan pekerja bangunan
lengkap dengan peralatannya. Mereka mengaku dikirim dewa untuk membangun sebuah
kastil yang besar. Selesai bekerja, para pekerja itu menghilang tanpa jejak.
Seakan masih belum puas menyenangkan keluarga Hungboo, dari buah-buah labu yang
lain, keluar berbagai benda menakjubkan kiriman raja burung pipit.
Semua keberuntungan itu membuat hidup Hungboo dan
keluarganya menjadi lebih dari berkecukupan. Tak hanya orang-orang desa yang
berbisik-bisik dengan wajah tak percaya, sang kakak Nolboo lebih terperanjat
lagi mendengar kabar perubahan hidup adiknya. Semua itu hasil dari
mencuri. Tak membuang-buang waktu, ia
segera melabrak ke kastil megah Hungboo. Rasanya sesak sekali melihat hidup si
adik sudah jauh lebih baik. Pasti harta Hungboo juga lebih banyak daripada
miliknya.
Hungboo yang mendengar tuduhan telah mencuri dari
kakaknya merasa sedih. Padahal ia sudah senang Nolboo mau menemuiinya. Ia
ceritakan saja bagaimana semua berkah itu bisa didapatkannya. Nolboo serta
merta tergiur. Tanpa berkata-kata, ia bergegas pulang. Teriakan Hungboo yang
memintanya untuk makan siang tidak digubris.
Sesampai di rumah, Nolboo segera memanjat atap
rumahnya. Semua pelayan, terlebih istrinya, hanya memasang muka heran melihat
tingkah Nolboo, Mereka semakin ternganga waktu Nolboo berteriak kegirangan saat
menemukan seekor burung pipit yang bersarang diatap rumah. Apa yang tengah
dilakukan Nolboo?
Nolboo membawa sarang burung pipit itu ke halaman
belakang. Ya ..Tuhan, Nolboo tanpa ragu, langsung mematahkan kaki salah satu
anak burung pipit itu. Tanpa menghiraukan pekik kesaktan anak burung pipit.
Walaupun kemudian ia mengobati kaki anak burung itu. Ah, rupanya Nolboo mau
mengikuti jejak adiknya, siapa tau bisa
mendapatkan keberuntungan yang sama.
Burung pipit itu memang kembali ke rumahnya dengan
menjatuhkan biji labu di halaman depan. Kala biji itu ditaman dan berbuah,
Nolboo dan keluarganya sudah berharap akan memperoleh emas, beras, dan kastil
yang lebih besar dari milik adiknya.
Tapin rupanya Nolboo belum beruntung, labu pertama
berisi kotoran manusia yang sangat busuk, dari labu kedua keluar ular berbisa,
sementara labu ketiga lebih mengerikan lagi. Dari labu itu muncul penyihir dan
hantu yang memukuli mereka. Tapi Nolboo yang rakus dan kikir belum menyerah.
Dengan tubuh penuh luka ia buka labu keempat. Tapi bukan banjir hadiah yang dia
peroleh , labu itu malah mengeluarkan banjir bandang yang menyapu semua harta Nolboo.
Setelah tak memiliki apa-apa lagi, Nolboo dan
keluarganya dating ke kastil Hongboo. Tentu saja sang adik sangat welas asih
dan tidak tega melihat penderitaan kakaknya dan mau menolong mereka dengan
ikhlas. Nolboo sekeluargapun menjadi sahabat. Kedua kakak beradik dan
keluarganyapun hidup rukun dalam ketentraman.
Sumber:
Badariah,R.N.2010.101 Cerita bijak dari
Korea Symphoni of life from the land
of Morning Calm.
Yogyakarata: Gradien Mediatama.